BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai makhluk sosial, mungkin tak jarang kita temui berbagai anak remaja yang frustasi atau depresi karna beragam masalah yang muncul dengan alasan, faktor utama adalah Orang Tua. Sebagai remaja, tentunya kita tak asing lagi dengan kata "broken home" atau keluarga yang tidak harmonis. Kata inilah yang biasanya menyelimuti rasa takut para remaja saat ini, ketika kedua orang tua mereka sedang berbeda pendapat atau berselisih paham.
Masa remaja merupakan masa dimana seorang sedang mengalami saat kritis sebab ia akan menginjak ke masa dewasa. Remaja berada dalam masa peralihan. Dalam masa peralihan itu pula remaja sedang mencari identitasnya. Dalam proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan dirinya, remaja membutuhkan pengertian dan bantuan dari orang yang dicintai dan dekat dengannya terutama orang tua atau keluarganya. Seperti yang telah diketahui bahwa fungsi keluarga adalah memberi pengayoman sehingga menjamin rasa aman maka dalam masa kritisnya remaja sungguh-sungguh membutuhkan realisasi fungsi tersebut. Sebab dalam masa yang kritis seseorang kehilangan pegangan yang memadai dan pedoman hidupnya. Masa kritis diwarnai oleh konflik-konflik internal, pemikiran kritis, perasaan mudah tersinggung, cita-cita dan kemauan yang tinggi tetapi sukar ia kerjakan sehingga ia frustasi dan sebagainya. Masalah keluarga yang broken home bukan menjadi masalah baru tetapi merupakan masalah yang utama dari akar-akar kehidupan seorang anak. Keluarga merupakan dunia keakraban dan diikat oleh tali batin, sehingga menjadi bagian yang vital dari kehidupannya.
1.2 Permasalahan
1. Apa itu Remaja?
2. Apa itu Broken Home?
3. Dampak kejiwaan seperti apa akibat Broken Home?
4. Bagaiman realita remaja yang mengalami broken home?
5. Bagaimana untuk meminimalisir dampak negatif terhadap Remaja Broken Home?
1.3 Maksud dan Tujuan
1. Menjelaskan apa itu Remaja
2. Menjelaskan apa itu Broken Home
3. Apa dampak Keluarga Broken Home pada Perkembangan Remaja
4. Mengetahui realita remaja yang mengalami Broken Home.
5. Memberikan solusi meminimalisir dampak negatif terhadap Remaja Broken Home
1.4 Sistematika Penulisan Makalah
Penulisan Makalah disajikan dalam sistematika sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Berisi latar belakang, permasalahan, maksud dan tujuan, dan sistematika penulisan makalah.
BAB II PEMBAHASAN
Menguraikan tentang Remaja, Broken Home, dampak kejiwaan akibat Broken Home, dan perubahan perilaku Remaja Broken Home.
BAB III PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan dan saran.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Remaja
Kata remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to grow atau to grow maturity. Definisi dari remaja adalah periode perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Perkembangan ini meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi pada perubahan dalam hubungannya dengan orang tua dan cita-cita mereka. Remaja merupakan masa yang labil, dimana mereka sedang mencari jati diri mereka, dan merekalah yang menentukan mau ke arah mana mereka esok hari.
Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik maupun psikologis. Peningkatan emosional remaja yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal sebagai masa storm dan stress. Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan pada remaja, dimana mereka diharapkan agar tidak bertingkah seperti anak-anak, dan mereka harus lebih mandiri dan bertanggung jawab.
Selain perubahan emosional, pada remaja terjadi pula perubahan fisik disertai kematangan seksual. Terkadang perubahan ini justru membuat remaja merasa kurang percaya diri. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat mempengaruhi konsep diri pada remaja. Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik dalam bersosialisasi dengan lingkungannya. Remaja juga tidak lagi berhubungan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis, dan dengan orang dewasa.
Remaja akan bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi, dimana disatu sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan tersebut, namun mereka sendiri meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab tersebut. Tugas perkembangan remaja menurut Havighurst dalam Gunarsa(1991) antara lain :
• Memperluas hubungan antara pribadi dan berkomunikasi secara lebih dewasa dengan kawan sebaya baik laki-laki maupun perempuan.
• Memperoleh peranan sosial
• Menerima kebutuhannya dan menggunakannya dengan efektif
• Memperoleh kebebasan emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya
• Mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri
• Memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan
• Mempersiapkan diri dalam pembentukan keluarga
• Membentuk sistem nilai, moralitas dan falsafah hidup
Untuk menyelesaikan krisis ini remaja harus berusaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa perannya dalam masyarakat, apakah nantinya ia akan berhasil atau gagal yang pada akhirnya menuntut seorang remaja untuk melakukan penyesuaian mental, dan menentukan peran, sikap, nilai, serta minat yang dimilikinya.Beberapa isu perkembangan remaja: seksualitas, harga diri, orientasi masa depan, konsumsi, keluarga.
2.2 Broken Home
Istilah “Broken home” biasanya digunakan untuk menggambarkan keluarga yang tidak harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun dan sejahtera akibat sering terjadi konflik yang menyebabkan pada pertengkaran yang bahkan dapat berujung pada perceraian. Hal ini akan berdampak besar terhadap suasana rumah yang tidak lagi kondusif, orang tua tidak lagi perhatian terhadap anak-anaknya sehingganya berdampak pada perkembangan anak khususnya anak remaja.
Orang tua adalah panutan dan teladan bagi perkembangan remaja terutama pada perkembangan psikis dan emosi, orang tua adalah pembentuk karakter yang terdekat. Jika remaja dihadapkan pada kondisi “broken home” dimana orang tua mereka tidak lagi menjadi panutan bagi dirinya maka akan berdampak besar pada perkembangan dirinya. Memang sangat sulit untuk mengembalikan dan membentuk kembali kepercayaan dirinya. Dampak psikis yang dialami oleh remaja yang mengalami broken home, remaja menjadi lebih pendiam, pemalu bahkan depresi berkepanjangan. Faktor lingkungan tempat remaja bergaul adalah sarana lain jika orang tua sudah sibuk dengan urusannya sendiri. Jika remaja berada di lingkungan pergaulan yang negatif, karena keadaannya labil maka tidak menutup kemungkinan remaja akan tercebur dalam lembah pergaulan yang tidak baik.
Broken home bukanlah akhir dari segalanya, berubah menjadi karakter yang kurang baik bukanlah pilihan masih ada pilihan lain yang bisa menjadikan remaja lebih baik remaja yang berpikir dewasa. Memang teori lebih mudah dalam penerapan sehari-hari, ini adalah tugas kita bersama untuk membentuk karakter remaja “broken home” berikut adalah beberapa langkah untuk mengurangi dampak negatif pada remaja :
• Berpikir positif
• Jangan terjebak dengan situasi dan kondisi
• Mencoba hal-hal baru
• Cari tempat untuk berbagi
• Tidak perlu panik
2.3 Dampak Keluarga Broken Home pada Perkembangan Remaja
2.3.1.Perkembangan Emosi
Emosi merupakan situasi psikologi yang merupakan pengalaman subjektif yang dapat dilihat dari reaksi wajah dan tubuh. Perceraian adalah suatu hal yang harus dihindarkan, agar emosi anak tidak menjadi terganggu. Perceraian adalah suatu penderitaan atau pengalaman traumatis bagi anak.
Adapun dampak pandangan keluarga broken home terhadap perkembangan emosi remaja :
• Perceraian orang tua membuat tempramen anak terpengaruh, pengaruh yang tampak secara jelas dalam perkembangan emosi itu membuat anak menjadi pemurung, pemalas (menjadi agresif) yang ingin mencari perhatian orang tua / orang lain. Mencari jati diri dalam suasana rumah tangga yang tumpang dan kurang serasi.
• Peristiwa perceraian itu menimbulkan ketidak stabilan emosi.
• Ketidak berartian pada diri remaja akan mudah timbul, sehingga dalam menjalani kehidupan remaja merasa bahwa dirinya adalah pihak yang tidak diharapkan dalam kehidupan ini.
• Remaja yang kebutuhannya kurang dipenuhi oleh orang tua, emosi marahnya akan mudah terpancing.
Jadi keluarga sangat berpengaruh pada perkembangan emosi remaja karena keluarga yang tidak harmonis menyebabkan dalam diri remaja merasa tidak nyaman dan kurang bahagia.
2.3.2 Perkembangan Sosial Remaja
Tingkah laku sosial kelompok yang memungkinkan seseorang berpartisipasi secara efektif dalam kelompok atau masyarakat.
Dampak keluarga Broken Home terhadap perkembangan sosial remaja adalah :
• Perceraian orang tua menyebabkan tumbuh ketidakpercayaan diri terhadap kemampuan dan kedudukannya, dia merasa rendah diri menjadi takut untuk keluar dan bergaul dengan teman-teman.
• Anak sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan. Anak yang dibesarkan dikeluarga pincang, cendrung sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan. kesulitan itu datang secara alamiah dari diri anak tersebut.
• Dampak bagi remaja putri. Remaja putri yang tidak mempunyai ayah berprilaku dengan salah satu cara yang ekstrim terhadap laki-laki, mereka sangat menarik diri pasif dan minder kemungkinan yang kedua terlalu aktif, agresif dan genit.
Jadi keluarga broken home sangat berpengaruh pada perkembangan sosial remaja karena dari keluarga remaja menampilkan bagaimana cara bergaul dengan teman dan masyarakat.
2.3.3 Perkembangan Kepribadian
Perceraian ternyata memberikan dampak kurang baik terhadap perkembangan kepribadian remaja. Remaja yang orang tuanya bercerai cenderung menunjukkan ciri-ciri:
• Berpilaku nakal
• Mengalami depresi
• Melakukan hubungan seksual secara aktif
• Kecenderungan pada obat-obat terlarang
Keadaan keluarga yang tidak harmonis tidak stabil atau berantakan (broken home) merupakan faktor penentu bagi perkembangan kepribadian remaja yang tidak sehat
Prilaku menyimpang pada diri remaja dapat terjadi oleh beberapa factor, salah satunya adalah apabila ada satu atau lebih kebutuhan dasar manusia itu tidak terpenuhi maka akan terjadi perilaku menyimpang dan merugikan diri remaja itu sendiri maupun orang lain.
2.3.4 Dampak Positif akibat Broken Home
Dalam hubungan nikah yang sudah sangat jelek, yang pertengkarannya sudah sangat parah, kebanyakan anak-anak akan memilih supaya mereka bercerai. Hasil riset memperlihatkan, demi kesehatan jiwanya anak-anak akan lebih tenteram sewaktu dilepaskan dari suasana seperti itu. Pada waktu orang tua tidak tinggal bersama-sama dengan mereka rasanya lebih tenang karena tidak harus menyaksikan pertengkaran. Akhirnya, mereka lebih mantap, lebih damai hidupnya, dan lebih bisa berhubungan dengan orang tuanya secara lebih sehat.
Ada sisi positif dari anak korban perceraian, misalnya anak cepat dewasa, punya rasa tanggung jawab yang baik, bisa membantu ibunya.
Memang ada anak yang bisa jadi nakal luar biasa, tapi ada yang kebalikannya justru menjadi anak yang sangat baik dan bertanggung jawab. Yang terjadi sebetulnya adalah pengompensasian. Si anak seolah-olah mengompensasi kekurangan atau kehilangan dalam keluarganya. Misalkan dia anak laki dan tinggal dengan mamanya, kecenderungannya adalah dia menggantikan fungsi papanya. Dialah yang akhirnya menjadi teman bicara mamanya dan dia tidak bisa menolak karena keadaan memaksanya untuk menjadi lebih dewasa. Atau seorang anak wanita yang harus tinggal dengan papanya, umumnya si anak ini menjadi seperti mamanya, menjadi teman bicara, menjadi orang yang mengerti isi hati papanya. Anak-anak ini akhirnya didorong kuat untuk mengambil alih peran orang tua yang tidak ada lagi dalam keluarganya. Secara luar kita melihat sepertinya baik menjadi lebih dewasa, tapi sebetulnya secara kedewasaan tidak terlalu baik karena dia belum siap untuk mengambil alih peran orang tuanya itu.
2.4 Realita Remaja yang Mengalami Broken Home
Untuk mengetahui realita mengenai broken home disini kami melakukan survey. Survey kepada para remaja dilakukan untuk mengetahui kehidupan nyata remaja yang mengalami broken home. Survey dilakukan dengan memberikan angket kepada 50 mahasiswa di Universitas Gunadarma.
Beberapa pertanyaan diberikan mengenai broken home. Pertanyaan tersebut ialah:
1. Tahukah anda tentang broken home dan apa penyebabnya?
2. Pernahkah anda mengalaminya? Jika ya, bagaimana perasaan anda? Jelaskan!
3. Apa yang anda rasakan? Jelaskan!
4. Bagaimana cara anda menghilangkan perasaan akibat broken home?
5. Apakah sikap anda berubah? Jika ya, cenderung ke arah positif atau negatif?
6. Apakah anda punya teman atau kerabat yang mengalami broken home?
7. Apakah anda merasakan perubahan sikap teman anda yang mengalami broken home? Berikan contohnya!
8. Apa yang anda lakukan jika teman anda mengalami broken home?
9. Sebutkan dampak broken home terhadap pergaulan sosial teman anda tersebut?
10. Saran/solusi apa yang anda berikan terhadap teman anda yang broken home?
Berdasarkan data yang kami peroleh, ditemukan 9 mahasiswa yang mengalami broken home dan 41 mahasiswa yang tidak mengalaminya. Contoh survey bisa dilihat di lampiran (setelah daftar pustaka). Beberapa penyebab broken home yang paling sering terjadi adalah kurangnya komunikasi antar anggota keluarga sehingga menyebabkan adanya jarak diantara mereka. Jarak tersebut semakin terasa ketika rasa ketidakpercayaan dan komitmen awal pernikahan mulai terkikis. Seiring berjalannya waktu, hal ini berkembang menjadi sebuah perselisihan dan ketidakharmonisan yang memuncak. Penyebab kedua yang sering menyebabkan terjadinya broken home adalah masalah ekonomi yang berujung pada kekerasan dalam rumah tangga. Kedua penyebab tersebut paling banyak menghasilkan keluarga-keluarga broken home yang berakhir pada perceraian atau pertengkaran tanpa akhir.
Sebagai korban, tentunya anak-anak akan merasakan hal-hal yang tidak mengenakkan. Perasaan ini timbul dan berkembang dalam diri si anak hingga ia beranjak dewasa. Pada fase remaja, dimana jiwa remaja sedang bergelora, perasaan ini bercampur aduk menjadi satu baik depresi, malu, sedih, kesal, kecewa, sakit hati, bingung, merasa terbuang, dll. Beberapa lainnya mengaku bingung dengan peristiwa tersebut dan menganggap peristiwa tersebut tidak pernah ada.
Perasaan-perasaan yang tidak menentu ini tentunya harus bisa dihilangkan agar tidak berkepanjangan. Kepenatan atas masalah tersebut biasanya dapat dihilangkan dengan menyibukkan diri dengan hal-hal seperti mendekatkan diri pada Tuhan, jalan-jalan, menekuni hobi, berbagi cerita dengan teman, kabur dari rumah, merokok, minum minuman keras, berbuat kejahatan, dll.
Cara para remaja menghilangkan kepenatan tersebut baik ke arah positif atau negatif ternyata bersifat relatif. Hal ini bergantung pada sikap dan perilaku remaja tersebut. Jika dia bisa mengarahkan ke arah positif, berarti dia berhasil mengurangi bahkan menghilangkan perasaan tersebut. Bila sebaliknya, berarti dia gagal. Cara-cara yang dilakukan untuk menghilangkan kepenatan tersebut pastinya akan melahirkan perubahan sikap dalam diri remaja yang mengalami broken home. Sebuah perubahan yang akan membawa mereka merasa lebih baik dari sebelumnya, sementara atau selamanya. Hasil dari survey menunjukkan dari 9 remaja yang mengalami broken home, 7 diantaranya mengaku berubah ke arah positif dan 2 lainnya ke arah negatif.
Seseorang yang mengalami broken home membutuhkan teman untuk menemaninya. Sebagai teman, tentunya tak ingin mereka terpuruk dalam kesedihan. Hal yang dapat dilakukan antara lain menghibur, menasihati, memotivasi, mendengarkan curahan hati mereka, serta memberikan mereka dukungan dan solusi semampunya.
Beberapa dampak yang diakibatkan oleh broken home terhadap pergaulan sosial antara lain:
A. Negatif : cukup banyak dampak negatif yang diakibatkan oleh broken home, namun dampak yang paling mengkhawatirkan adalah mereka terjerumus dalam lembah hitam narkoba serta pergaulan bebas yang bisa meluluhlantakkan masa depan mereka dalam sekejap mata.
B. Positif : jumlah yang bisa bertahan dengan situasi broken home memang tak sebanyak dibandingkan dengan yang terpuruk, namun mereka yang bisa bertahan tersebut memiliki sesuatu yang tidak dimiliki oleh lainnya. Mereka memiliki keyakinan bahwa ini semua hanya ujian dari Tuhan. Mereka menyibukkan diri mereka dengan hal positif dan mendekatkan diri pada Tuhan mereka.
2.5 Solusi Meminimalisir Dampak Negatif Terhadap Remaja Broken Home
Tentunya sangat banyak faktor penyebab remaja terjerumus ke dalam hal - hal negatif dalam masa peralihannya. Namun, salah satu penyebab utama mengapa remaja seperti itu adalah kurangnya perhatian dan kasih saying orang tua. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh terlalu sibuknya kedua orang tua mereka dengan pekerjaan, sehingga perhatian dan kasih sayang kepada anaknya hanya diekspresikan dalam bentuk materi saja. Padahal materi tidak dapat mengganti dahaga mereka akan kasih sayang dan perhatian orang tua. Pada dasarnya setiap orang menginginkan pengakuan, perhatian, pujian, dan kasih sayang dari lingkungannya, khususnya dari orang tua atau keluarganya, karena secara alamiah orang tua dan keluarga memiliki ikatan emosi yang sangat kuat. Pada saat pengakuan, perhatian, dan kasih sayang tersebut tidak mereka dapatkan di rumah, maka mereka akan mencarinya di tempat lain. Salah satu tempat yang paling mudah mereka temukan untuk mendapatkan pengakuan tersebut adalah di lingkungan teman sebayanya. Sayangnya, kegiatan-kegiatan negatif kerap menjadi pilihan anak-anak broken home tersebut sebagai cara untuk mendapatkan pengakuan eksistensinya.
Benarkah seluruh fenomena itu sekadar persoalan psikologis, ataukah justru lebih bercorak sosiologis? Apabila problem tersebut dilihat dari perspektif psikologistis, maka penilaian yang muncul adalah kaum remaja tersebut sedang melampiaskan hasrat tersembunyinya.
Dalam bahasa psikoanalisis Sigmund Freud (1856-1939), kaum remaja itu lebih mengikuti kekuatan id (dorongan-dorongan agresif) ketimbang superego (hati nurani). Keberadaan ego (keakuan) mereka gagal untuk memediasi agresivitas menjadi aktivitas sosial yang dapat diterima dengan baik dalam kehidupan sosial (sublimasi). Namun, pendekatan psikologis itu sekadar mampu mengungkap persoalan dalam lingkup individual. Itu berarti nilai-nilai etis yang berdimensi sosial cenderung untuk dihilangkan.
Agar para remaja yang sedang mencari jati diri tidak semakin terjerumus, tentunya diperlukan peranan orang tua. Selain itu, dibutuhkan pengawasan ketat dari pihak sekolah dan itu menjadi kunci keberhasilan pencegahan kenakalan remaja baik sebagai akibat broken home maupun akibat hal lainnya. Peran orang tua di rumah dan peran sekolah menjadi kunci keberhasilan pencegahan moral remaja akibat pengaruh pergaulan bebas. Kasih sayang dan perhatian orang tua adalah langkah pertama. Dalam kondisi dan situasi apapun, orang tua harus selalu mendampingi anak-anaknya. Pasalnya, sudah banyak korban dari pergaulan bebas adalah anak yang broken home, mereka mencari pelarian auntuk menghindar dari kenyataan yang dihadapi.
• Berbasis Pendidikan Formal
Ruang kedua bagi anak/remaja adalah pendidikan formal. Disini mereka bergelut dengan waktu, menumpahkan sebagian besar energinya untuk mendalami berbagai ilmu pengetahuan, bekalnya di kemudian hari ketika terjun di masyarakat. Institusi pendidikan juga memiliki peran penting melanjutkan estapet orangtua dalam mendidik dan membimbing anak-anaknya. Karena itulah, pendidikan formal harus berjalan maksimal. Lembaga pendidikan memberikan pengawasan yang ketat terhadap aktifitas anak dari pagi hingga petang hari. Dalam pendidikannya, seharusnya para siswa/i diberikan berbagai macam penyuluhan mengenai “broken home” sejak SLTP (sedini mungkin).
• Berbasis Masyarakat Atau Sosial
Masyarakat adalah tempat dimana orang-orang dengan berbagai latarbelakang membentuk sebuah sistem. Mereka hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur. Dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang saling tergantung satu sama lain. Pencegahan berbasis masyarakat ini diharapkan dapat menggugah, mendorong dan menggerakan masyarakat untuk sadar, peduli, dan aktif terhadap remaja yang mengalami broken home.
BAB III PENUTUP
3.1 KesimpulanProblem klasik keluarga-keluarga di Indonesia adalah masih banyaknya keluarga yang menerapkan hubungan antara orangtua-anak hanya dengan pola hubungan vertikal, tidak disertai hubungan horizontal. Sehingga, anak-anak dengan sendirinya hanya memposisikan diri sebagai anak.
Dampaknya, banyak orangtua yang merasa diri paling berjasa karena telah melahirkan dan membesarkannya, berbuat tiran, tidak segan-segan menghakimi berbagai persoalan dan permasalahan yang dihadapi atau dilakukan anak. Bahkan, tidak jarang orangtua hanya berfungsi reproduksi, setelah itu proses pendidikan dan pembimbingan dikuasakan kepada pembantu rumah tangga. Ini banyak terjadi pada keluarga-keluarga di kota besar yang sibuk diperbudak pekerjaan sehingga hak-hak anak atas kasih sayang, pendidikan, dan bimbingan terabaikan. Munculah istilah broken home, dimana anak mencari tempat pelarian yang mereka tidak dapatkan dari orangtunya.
3.2 Saran
Bagi para orangtua, renungkanlah bunyi frase “anakmu bukan anakmu”. Anakmu adalah amanah Allah SWT kepada kedua orang tuanya. Artinya, suatu saat pasti akan diminta dan kembali kepada-Nya sebagai Sang Pemilik Sejati. Orangtua berkewajiban mendidik dan membimbingnya. Mereka dilahirkan dalam keadaan fitrah, dan orangtuanyalah yang akan mengarahkannya menjadi nashrani, yahudi, majusi atau muslim sejati, yang tentu akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat nanti.
2 komentar:
sangat senang membacanya, ini menyegarkn kembali saya utk memaknai bahwa bahwa antara anak dan orang tua adalah suatu hubungan bukan saja hak dan kewajiban tapi suatu hubungan hakiki yg saling membahagiakn bukan saling mmbebani.... :)
maaf boleh minta daftar pustaka nya. saya ingin tau buku apa yang dipakai untuk menjelaskan dampak keluarga broken home terhadap remaja
:18 :19 :20 :21 :22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29 :30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37 :38 :39
Posting Komentar