I. KONSTRUKSI
A. Konstruksi Pada Gedung Tinggi
Konstruksi adalah suatu kegiatan yang hasil akhirnya berupa bangunan/konstruksi yang menyatu dengan lahan tempat kedudukannya, baik digunakan sebagai tempat tinggal atau sarana kegiatan lainnya. Hasil kegiatan antara lain : gedung, jalan, jembatan, rel dan jembatan kereta api, terowongan, bangunan air dan drainase, bangunan sanitasi, landasan pesawat terbang, dermaga, bangunan pembangkit listrik, transmisi, distribusi dan bangunan jaringan komunikasi. Kegiatan konstruksi meliputi perencanaan, persiapan, pembuatan, pembongkaran dan perbaikan bangunan.
Konstruksi merupakan suatu kegiatan membangun sarana maupun prasarana. Dalam sebuah bidang arsitektur atau teknik sipil, sebuah konstruksi juga dikenal sebagai bangunan atau satuan infrastruktur pada sebuah area atau pada beberapa area.
Walaupun kegiatan konstruksi dikenal sebagai satu pekerjaan, tetapi dalam kenyataannya konstruksi merupakan satuan kegiatan yang terdiri dari beberapa pekerjaan lain yang berbeda.
Pada umumnya kegiatan konstruksi diawasi oleh manajer proyek, insinyur desain, atau arsitek proyek. Orang-orang ini bekerja di dalam kantor, sedangkan pengawasan lapangan biasanya diserahkan kepada mandor proyek yang mengawasi buruh bangunan, tukang kayu, dan ahli bangunan lainnya untuk menyelesaikan fisik sebuah konstruksi.
Dalam melakukan suatu konstruksi biasanya dilakukan sebuah perencanaan terpadu. Hal ini terkait dengan metode penentukan besarnya biaya yang diperlukan, rancang-bangun, dan efek lain yang akan terjadi saat pekerjaan konstruksi dilakukan. Sebuah jadwal perencanaan yang baik akan menentukan suksesnya sebuah pembangunan terkait dengan pendanaan, dampak lingkungan, keamanan lingkungan konstruksi, ketersediaan material bangunan, logistik, ketidak-nyamanan publik terkait dengan adanya penundaan pekerjaan konstruksi, persiapan dokumen dan tender, dan lain sebagainya.
Pemilihan system struktur, Material struktur dan Non-struktur,dan system pondasi
Pemilihan system struktur untuk gedung harus diawali dengan proses klasifikasi dan identifikaasi atas beberapa masalah berikut:
1, Pengenalan atas rencana fungsi gedung,apakah gedung kantor,Hotel/Appartement,Retail,atau Mixed-Used.
Hal ini sangat perlu karena masing-masing fungsi memilik batasn /kreteria yang berbeda,baik dari sissi kenyaman pakai maupun dari sisi persyaratan ruangan.Salah satu masalah yang harus di selesaikan oleh ahli struktur adalah pemilihan system struktur khususnya system yang mampu menyediakan perlawaan yang efesien dan optimum terhadap beban lateral. ( beban angin maupun gempa ).hal ini jelas berpengaruh pda tatanan ruang yang ada,misalnya berkaitan dengan dimana dan bagaimana penempatan dinding geser yang baik agar berfungsi optimum tanpa”mengganggu”kebutuhan arsitektural dan interior yang :wajar”.
2. Pengenalan atas beban desain yang harus di perhitungkan.
Pegangan awal yang dapat digunakan adalah rekomendasi dari standar beban yang berlaku.Umumnya beban diklasifikasikan dalam dua kelompok,beban grafitasi dan beban k,beban grafitasi dan beban lateral ( gempa dan angin ). Walupun pada umumnya beban angin di indonesiatidak besar,bila gedung sangat tinggi beben angin tetap menjadi factor yang menentukan.disini ahli struktur perlu memahami perbedaan antara beban angin dan beban gempa,khususnya ditinjawu dari karakter respon gedung terhadap beban tersebut.Persyaratan ada pada umumnya menentukan bahwa akibat beban angin desain maksimum,struktur dan segala komponennya. (termasuk Non-Struktur ) tidak boleh mengalami kerusakan sedangkan akibat beban gampa desain maksimum boleh terjadi kerusakan.
3. Pemilihan system struktur yang sesuai.
System struktur gedung tinggi secara garis besar terbagi dalam dua kelomok yaitu:
a.Sitem penahan beban garafitasi ,dan
b.siste penahan beban lateral.
Kedua system pada kenyataan sering bekerja sama,untuk itu perlu dipelajari agar terjadi kerja sama yang optimum.
4.Pemilihan material struktur yang sesuai
Material untuk gedung tinggi umumnya ada dua yaitu :
a.beton ( bertulang ataupun prategang)
b.profil baja.
Alternatif ketiga adalah kombinasi dari beton dan baja profil yang biasa kita kenal dengan nama material komposit.
Dari sisi ini,khususnya untuk gedung di atas 50 lantai, penggunaan komponen vertical komposit merupakan alternative yang lebih menarik baik ditinjau dari masalh pengadaan beton di lapangan maupun dari sudut penghematan ruang.yang berarti peningkatan saleable-space.Apalagi bila kemudian dipilih dipilih metode konstruksi Up-Down,dimana komponen profil baja dari komponen komposit yang ada sekaligus bisa berfungsi sebagai steel stanchions.
5. Pemilihan material Non-Struktural
Material Non-Struktural biasanya adalah floor and finishing dan dinding partisi.Konsep yang perlu di perhatikan adalah mengupayakan agar material seringan mungkin khususnya untuk gedung yang sangat tinggi karena hal ini akan secara lansung mempengaruhi jumlah beban gravitasi yang harus ditahan oleh system pondasi.
6.Pengecekan terhadap kapasitas tanah yang ada
Langkaini ini sangat perlu dilakukandengan cepat, khususnya untuk mengecek apakah kapasitas tanah di daerak tower cukup untuk menahan beban yang akan bekerja padanya. Data awal mengenai daya dukung tanah bias didapat dari hasil penyelidikan tanah atau dari dari data tanah proyek disekitar lokasi.Disini ahli struktur harus mampu meyakinkan owner untuk melakukan investasi yang cukup dengan melakukan penyelidikan tanah dalam jumlah titik uji yang cukup representatif,dengan konsentrasi pada daerah tewer khususnya daerah cora dan ahear wall.
7.Pemilihan system pondasi
Paemilihan sistem pondasi merupakan langka yang snagat penting karena pondasi adalah bagian dari gedung yang secara fisik ”menyatu” engan tanah yang mendukung gedung tersebut.Fondasi adalah titik terahir dari perlawanan sistem struktur terhadap beban yang bekerja padanya.
8.Pemilihan metode konstruksi dan urutan pelaksanaan
Bagian ini menentukan kondisi saat konstruksi dan dengan demikian perlu diperhitungkan dengan baik pada saat menentukan beban konstruksi.sesuai dengan dengan urutan konstruksi yang disepakati.
9. Pemilihan sistem modelling dari struktur untuk analisis global dan lokal.
Peran structural
1.Pengaturan komponen vertical,termasuk jarak kolom,ukuran kolom, penempatan dan demensi core dan shear wall,dan sistem kolom luar yang membentuk façade dan ta,pak dari gedung.
2. Sistem komponen horizontal,termasuk sistem balok dan sistem lantai.
3.Sistem BISMEN.
4. Sitem pondasi
5. Metode konstruksi,khususnya mengenai kemungkinan pengunaan metode Up-Down.
6. Usulan mengenai komponen non-struktural.
7. Diskusi awal dengan tim engineer M&E mengenai kemungkinan penempatan alat dan mesin serta daerah–daerah yang kira-kira memerlukan lubanglubang ducts yang besar.
B. Konstriksi Pada Bendungan
1. Menghitung besarnya laju sedimentasi bendungan
2. Dalam pemasangan geotekstil sebagai filter dan transisi dalam bendungan urugan dan permasalahan konstruksi geotekstil dan persyaratan kekuatan serta ketahanan geotekstil
3. Mengukur diameter lubang dan permeabilitas geotekstil sebagai filter dan transisi dalam bendungan urugan untuk memenuhi persyaratan permeabilitas geotekstil sebagai filter
4. Mendesain geotekstil yang digunakan sebagai filter dan transisi dalam bendungan urugan dan meliputi uraian tentang penggunaan geotekstil secara umum, geotekstil sebagai filter dan transisi dalam bendungan urugan,prinsip-prinsip filtrasi, kriteria dan penggunaan
geotekstil sebagai bidang permukaan geser.
5. Melaksanakan kegiatan desain, konstruksi, operasi dan pemeliharaan, serta penghapusan bendungan dengan tujuan untuk menjamin keamanan bendungan dan lingkungannya
6. Melaksanakan program mutu selama konstruksi di lokasi konstruksi bendungan urugan (tanah atau batu) terutama untuk material urugan.
C. Konstruksi Pada Jalan
1. Menentukan lapisan perkerasan kaku dan lentur
2. Perencanaan penulangan yang bertujuan untuk membatasi lebar retakan yang timbul pada beban terkonsentrasi agar tidak terjadi pembelahan pelat beton pada daerah retak tersebut, sehingga kekuatan pelat dapat dipertahankan.
3. Perencanaan sambungan yang ditempatkan pada perkerasan beton yang dimaksudkan untuk menyiapkan tempat muai dan susut beton akibat terjadinya tegangan yang disebabkan perubahan lingkungan ( suhu dan kelembapan) , gesekan dan keperluan konstruksi.
4. Perencanaan tebal pelat yang berdasarkan dan ditentukan oleh jumlah kendaraan niaga selama usia rencana
II. GEOTEKNIK
A. Geoteknik Pada Gedung Tinggi
Geoteknik adalah suatu bagian dari cabang ilmu Teknik Sipil. Didalamnya diperdalam pembahasan mengenai permasalahan kekuatan tanah dan hubungannya dengan kemampuan menahan beban bangunan yang berdiri diatasnya. Pada dasarnya ilmu ini tergolong ilmu tua yang berjalan bersamaan dengan tingkat peradaban manusia, dari mulai pembangunan piramid di mesir, candi Borobudur hingga pembangunan gedung pencakar langit sekarang ini. Salah satu contohnya ialah kemiringan menara pisa di italy disebabkan oleh kekurangan kekuatan dukung tanah terhadap menara tersebut. Secara keilmuan, bidang teknik sipil ini mempelajari lebih mendalam ilmu ilmu:
Ø Mekanika Tanah dan batuan
Ø Stuktur bawah tanah
Ø Mekanika tanah adalah bagian dari geoteknik yang merupakan salah satu cabang dari ilmu teknik sipil, dalam bahasa Inggris mekanika tanah berarti soil mechanics atau soil engineering dan Bodenmechanik dalam bahasa Jerman.
Ø Istilah mekanika tanah diberikan oleh Karl von Terzaghi pada tahun 1925 melalui bukunya "Erdbaumechanik auf bodenphysikalicher Grundlage" (Mekanika Tanah berdasar pada Sifat-Sifat Dasar Fisik Tanah), yang membahas prinsip-prinsip dasar dari ilmu mekanika tanah modern, dan menjadi dasar studi-studi lanjutan ilmu ini, sehingga Terzaghi disebut sebagai "Bapak Mekanika Tanah".
Teknik Pondasi (ada juga yang mengeja teknik fondasi) adalah suatu upaya teknis untuk mendapatkan jenis dan dimensi pondasi bangunan yang efisien, sehingga dapat menyangga beban yang bekerja dengan baik. Merupakan bagian dari ilmu Geoteknik.
Pondasi dapat digolongkan menjadi tiga jenis:
Ø Pondasi Dangkal (eng: Shallow Foundation, de: Flach- und Flächengründungen), di dalamnya terdiri dari:
a. Pondasi Setempat (eng: Single Footing, de: Einzelfundament)
b. Pondasi Menerus (eng: Continuous Footing, de: Streifenfundament)
c. Pondasi Pelat (eng: Plate Foundation, de:Plattenfundament)
Pondasi Dalam adalah jenis pondasi yang dibedakan dengan pondasi dangkal dari segi kedalaman masuknya ke dalam tanah. Ada sejumlah alasan mengapa para ahli geoteknik menyarankan pondasi dalam alih-alih pondasi dangkal, tapi beberapa sebab umum digunakannya pondasi dalam ialah karena besarnya beban rancang, tanah yang jelek pada kedalaman yang dangkal, atau beberapa alasan terkait dengan situasi (lokasi didirikannya bangunan), semisal batasan kepemilikan.
Istilah-istilah yang sering digunakan untuk mendeskripsikan berbagai jenis pondasi dalam anatara lain: Tiang pancang(pile), turap (sheet pile), dan kaison (caisson). Pemberian namanya bisa jadi beragam tergantung disiplin keteknikan dan perusahaan pembuatannya, dan juga dikenal dalam bahasa pasaran. Pondasi dalam dapat dibuat dari kayu, baja, beton bertulang dan beton prategang. Pondasi dalam dapat dipasang baik dengan menancapkannya/memancangnya ke bumi maupun membor dengan besaran tertentu lalu mengisinya dengan beton, masif maupun bertulang.
Kombinasi Pondasi Pelat dan Tiang Pancang (eng: Combination of Plate-Pile Foundation, de: Kombinierte Platten-Pfahlgründungen-KPP)
Jenis pondasi yang digunakan dalam suatu perencanaan bangunan tergantung dari jenis tanah dan beban yang bekerja pada lokasi rencana proyek.
Beban yang bekerja pada pondasi :
Beban yang bekerja pada suatu pondasi dapat diproyeksikan menjadi:
Ø Beban Horizontal/Beban Geser, contohnya beban akibat gaya tekan tanah, transfer beban akibat gaya angin pada dinding.
Ø Beban Vertikal/Beban Tekan dan Beban Tarik, contohnya:
- Beban Mati, contoh berat sendiri bangunan
- Beban Hidup, contoh beban penghuni, air hujan dan salju
- Gaya Gempa
- Gaya Angkat Air (eng: Lifting Force, de: Auftriebskraft)
Ø Momen
Ø Torsi
B. Geoteknik Pada Bendungan
1. Mengkaji fault-displacement termasuk didalamnya potensi kerusakan, likuifaksi dan longsoran. Sementara itu, efek multiplier yang terjadi seperti penurunan (settlements), soil boiling dan perubahan struktur tanah akan mengikuti fault displacement yang terjadi.
2. melakukan survai microtremor berdasarkan data tersebut, informasi pemetaan lokasi-lokasi yang memiliki amplifikasi tinggi dapat dilakukan dengan jelas misalnya diberikan kode wilayah merah. Selanjutnya, penetapan building code tertentu pada wilayah tersebut dapat dijalankan. Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk daerah berkode merah tersebut bisa lebih diawasi khususnya disain struktur bangunannya harus memuat syarat minimal konstruksi tahan
getaran/seismic resistance.
C. Geoteknik Pada Jalan
1. menyelidiki tanah dan batuan sebagai alas bagi konstruksi jalan
- Profil perlapisan tanah
Untuk memperoleh profil perlapisan tanah, maka diperlukan pemboran untuk mengambil contoh tanah pada kedalaman yang berbeda-beda. Dari profil perlapisan tanah informasi penting yang harus diperoleh adalah sebagai berikut:
5. Informasi berkenaan dengan jenis lapisan tanah, tebalnya dan kemiringan lapisan-lapisan tersebut.
6. Lokasi lapisan tanah keras atau lapisan batuan
- Variasi perlapisan tanah secara horizontal yang meliputi seluruh proyek.
- Kondisi air tanah yang meliputi: a) digunakan untuk menentukan letak muka air tanah dan tekanannya dan b) digunakan untuk menentukan permeabilitas tanah.
- Sifat-sifat fisik tanah dan batuan.
- Sifat-sifat mekanika tanah dan batuan, seperti kekuatan dan kompressibiltas.
- Hal-hal khusus pada perlapisan tanah, seperti adanya lapisan tipis material lapuk, adanya kantung-kantung kerikil pada lapisan pasir dan lain-lain.
- Informasi-informasi khusus lainnya, seperti adanya kandungan bahan kimia dalam air tanah, diketahuinya kondisi pondasi struktur di dekat proyek.
7. Survei Tanah ( terdiri dari pengujian tanah )
8. Mengkompilasikan kondisi geologi trase jalan rencana yang meliputi :
· Fisiografi
· Statigrafi
· Struktur geologi dengan bantuan peta-peta dasar yang mencakup daerah penyelidikan secara regional
9. Mengkorelasikan pembahasan di atas dengan pengamatan visual dan hasil pengujian laboratorium sehingga diperoleh kesimpulan kondisi geologi trase jalan rencana
10. Menentukan ketebalan dan kondisi lapisan pondasi bawah ( sub base ) yang diperlukan untuk menopang konstruksi, lalu lintas, penurunan akibat air dan perubahan volume lapisan tanah dasar serta sarana perlengkapan daya dukung permukaan yang seragam di bawah dasar beton
III. STRUKTUR
A. Struktur Pada Gedung Tinggi
Sistem Struktur Bangunan Tinggi
Unsur-unsur strtuktur dasr bangunan adalah :
- Unsir Linear, berupa kolom dan balok yang mampu menahan gaya aksial dan gaya rotasi
- Unsur Permukaan, terdiri dari dinding dan plat
- Unsur Spasial, merupakan pembungkus fasade atau core (inti) dengan mengikat bangunan agar berlaku sebagai satu kesatuan.
Pemilihan sistem struktur bangunan tinggi tidak hanya berdasarkan atas pemahamana struktur dalam konteksnya semata, tetapi lebih kepada faktor fungsi terkait dengan kebutuhan budaya, sosial, ekonomi dan teknologi.
Beberapa faktor dalam perencanaan sistem pembangunan struktur bangunan tinggi adalah :
1. Pertimbangan umum ekonomi
2. Kondisi tanah
3. Rasio tinggi lebar suatu bangunan
4. Pertimbangan fabrikasi dan pembangunan
5. Pertimbangan mekanis (sistem utilitasnya)
6. Pertimbangan tingkat bahaya kebakaran
7. Pertimbangan peraturan bangunan setempat
8. Ketersediaan dan harga bahan konstruksi utama
B. Struktur Pada Bendungan
Memperoleh hasil perencanaan drainase perkotaan yang dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan teknik perencanaan.
Melaksanakan kegiatan desain, konstruksi, operasi dan pemeliharaan, serta penghapusan bendungan dengan tujuan untuk menjamin keamanan bendungan dan lingkungannya.
C. Struktur Pada Jalan
Secara umum struktural Jalan Raya terdiri dari beberapa lapisan yaitu lapisan paling bawah yaitu lapisan tanah dasar atau eksisting. Lapisan diatas tanah dasar disebut lapisan sub-grade biasanya dibangun dengan batu pecah yang dicampur dengan tanah (Agregat Base Klas C/kualitas rendah). Kemudian lapisan diatas sub-grade adalah sub-base, lapisan ini mengunakan material dengan kualitas menengah (Agregat Base Kelas B). Diatas lapisan sub-base yaitu base yang menggunakan material kualitas tinggi (Agregat Kelas A). Sedang lapisan yang paling atas adalah lapisan aus (aspal).
IV. HIDROLOGI
A. Hidrologi Pada Gedung Tinggi
Drainase adalah sistem saluran pembuangan air hujan yang menampung dan mengalirkan air hujan dan air buangan yang berasal dari daerah terbuka maupun dari daerah terbangun. Bila dilihat dari fungsinya, drainase ini untuk menampung, mengalirkan, dan memindahkan air hujan secepat mungkin dari daerah tangkapan ke badan penerima.
Badan penerima sendiri merupakan saluran induk, sungai, laut, dan danau, peresapan dalam tanah tempat dimana air hujan dibuang. Dalam suatu perkotaan drainase berfungsi sebagai pengendali dan mengalirkan limpasan air hujan yang berlebihan dengan aman, dan juga untuk menyalurkan kelebihan air lainnya yang mempunyai dampak mengganggu atau mencemari lingkungan perkotaan. Drainase dapat juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas. Sehingga, drainase tidak hanya menyangkut air permukaan tapi juga air tanah. Kegunaan drainase antara lain adalah:
a. mengeringkan daerah becek dan genangan air;
b. mengendalikan akumulasi limpasan air hujan yang berlebihan dan memanfaatkan sebesar-besarnya untuk imbuhan air tanah;
c. mengendalikan erosi, kerusakan jalan dan bangunan-bangunan;
d. Pengelolaan kualitas air.
Klasifikasi sistem drainase dapat beberapa kelompok antara lain:
a. sistem drainase makro, seperti sungai atau kanal
b. sistem drainase mikro yang berupa:
• sistem saluran drainase primer, yang menerima buangan air hujan baik dari saluran sekunder maupun saluran lainnya dan mengalirkan air hujan langsung kebadan penerima.
• Sistem saluran drainase sekunder yang mengalirkan buangan air hujan langsung ke saluran drainase primer
• sistem saluran drainase tersier adalah cabang dari sistem sekunder yang menerima buangan air hujan yang berasal dari persil bangunan atau saluran lokal.
Bangunan sistem drainase terdiri dari saluran penerima (interceptor drain), saluran pengumpul (collector drain), saluran pembawa (conveyor drain), saluran induk (main drain), dan badan air penerima (receiving waters).
Kriteria Perencanaan dan Perancangan Sistem Drainase
Untuk membangun drainase, kriteria perencanaan dan perancangan sistem drainase yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:
a. luas daerah yang akan dikeringkan;
b. perkiraaan hujan maksimum;
c. kemiringan dari daerah sekitarnya dan kemungkinan pengalirannya, serta pembuangan;
d. karekteristik tanah dasar temasuk permeabilitas dan kecendrungan mengikis tanah;
e. ketinggian rata-rata dari muka air tanah;
f. dalam minimum dari permukaan yang dibutuhkan untuk melindungi pipa saluran drainase dari beban lalu lintas.
PENGELOLAAN TPA BERWAWASAN LINGKUNGAN
Lokasi TPA merupakan tempat pembuangan akhir sampah yang akan menerima segala resiko akibat pola pembuangan sampah terutama yang berkaitan dengan kemungkinan terjadinya pencemaram lindi (leachate) ke badan air maupun air tanah, pencemaran udara oleh gas dan efek rumah kaca serta berkembang biaknya vektor penyakit seperti lalat (Judith, 1996). Menurut Qasim (1994)
Dasar-dasar Sistem Penyaluran Air Buangan:
Jenis Air Buangan:
Air buangan atau sering juga disebut air limbah adalah semua cairan yang dibuang baik yang mengandung kotoran manusia, hewan, bekas tumbuh-tumbuhan maupun yang mengandung sisa-sisa proses industri.
Air buangan dapat dibedakan atas:
- Air kotor
Air buangan yang berasal dari kloset, peturasan, bidet dan air buangan mengandung kotoran manusia yang berasal dari alat plambing lainnya;
- Air bekas
Air buangan yang berasal dari alat-alat plambing lainnya, seperti: bak mandi (bath tub), bak cuci tangan, bak dapur, dan lain-lain;
- Air hujan
Air hujan yang jatuh pada atap bangunan;
- Air buangan khusus
Air buangan ini mengandung gas, racun atau bahan-bahan berbahaya, seperti: yang berasal dari pabrik, air buangan dari laboratorium, tempat pengobatan, rumah sakit, tempat pemotongan hewan, air buangan yang bersifat radioaktif atau mengandung bahan radioaktif, dan air buangan yang mengandung lemak.
Sistem Penyaluran Air Buangan
Sistem pembuangan air terdiri atas (Soufyan M.Noerbambang dan Takeo Morimura,2000):
· Sistem pembuangan air kotor dan air bekas
Sistem ini terdiri atas 2 macam yaitu:
- Sistem tercampur: sistem pembuangan yang mengumpulkan dan mengalirkan air kotor dan air bekas kedalam satu saluran;
- Sistem terpisah: sistem pembuangan yang mengumpulkan dan mengalirkan air kotor dan air bekas kedalam saluran yang berbeda.
· Sistem penyaluran air hujan
Pada dasarnya air hujan harus disalurkan melalui sistem pembuangan yang terpisah dari sistem pembuangan air bekas dan air kotor. Jika dicampurkan, maka apabila saluran tersebut tersumbat, ada kemungkinan air hujan akan mengalir balik dan masuk kedalam alat plambing terendah dalam sistem tersebut.
Dalam sistem penyaluran air buangan, air buangan yang biasanya mengandung bagian-bagian padat harus mampu dialirkan dengan cepat. Untuk maksud tersebut pipa pembuangan harus mempunyai ukuran dan kemiringan yang cukup dan sesuai dengan banyak dan jenis air buangan yang akan dialirkan. Sistem penyaluran air hujan pada prinsipnya hanya mengalirkan debit hujan yang terjadi di atap bangunan ke tempat yang diinginkan, seperti: drainase perkotaan.
Perangkap Air Buangan
Tujuan utama sistem pembuangan adalah mengalirkan air buangan dari dalam gedung keluar gedung, ke dalam instalasi pengolahan atau riol umum, tanpa menimbulkan pencemaran pada lingkungan maupun terhadap gedung itu sendiri. Karena alat plambing tidak terus menerus digunakan, pipa pembuangan tidak selalu terisi air dan dapat menyebabkan masuknya gas yang berbau ataupun beracun, bahkan serangga. Untuk mencegah hal ini, harus dipasang suatu perangkap sehingga bisa menjadi “penyekat” atau penutup air yang mencegah masuknya gas-gas tersebut. (Soufyan M.Noerbambang dan Takeo Morimura,2000)
SPRINKLER
Sistem sprinkler otomatis akan bekerja jika fusible bulb / fusible link penahan orifice kepala sprinkler pecah/meleleh akibat panas dari kebakaran, sehingga air menyembur keluar dari kepala sprinkler. Akibatnya tekanan air dari dalam pipa akan berkurang, katup pengontrol akan terbuka dan pompa akan bekerja memompakan air dari bak penampung ke jaringan pipa yang dibantu juga dengan pressure tank. Aliran air yang melalui katup pengontrol akan mengaktifkan tanda bahaya yang terletak di dekat katup kontrol.
Jenis-jenis sistem sprinkler adalah (Departemen Pekerjaan Umum, 1987):
- Wet Pipe System
Jenis ini menggunakan kepala sprinkler otomatis yang dipasang pada jaringan pipa berisi air yang bertekanan sepanjang waktu. Jika terjadi kebakaran, sprinkler akan diaktifkan oleh panas yang membuka penahan orifice kepala sprinkler dan air akan segera menyembur, akibatnya tekanan air pada pipa akan berkurang dan katup kontrol akan membuka dan mengaktifkan pompa kebakaran;
2. Dry Pipe System
Jenis ini menggunakan kepala sprinkler otomatis yang dipasang pada pipa berisi udara atau nitrogen yang bertekanan. Jika kepala sprinkler terbuka karena panas dari api, tekanan udara akan berkurang dan katup kontrol dry pipe akan terbuka oleh tekanan air, sehingga pompa kebakaran akan hidup dan air akan mengalir mengisi jaringan dan menyembur dari kepala sprinkler yang terbuka;
- Preaction System
Sistem ini adalah sistem dry pipe dengan udara bertekanan atau tanpa tekanan pada pipa. Jika terjadi kebakaran maka alat deteksi akan bekerja dan mengaktifkan pembuka katup kontrol, sehingga air mengalir mengisi pipa dan keluar dari kepala sprinkler otomatis yang terbuka akibat panas dari api;
- Deluge System
Sistem ini sama dengan preaction system, kecuali bahwa semua kepala dalam keadaaan terbuka. Jika api mengaktifkan peralatan deteksi, maka katup kontrol sprinkler akan terbuka dan air akan mengalir disepanjang pipa dan keluar dari semua kepala sprinkler pada daerah operasi dan membanjiri daerah operasi;
- Kombinasi Dry dan Preaction
Sistem ini berisi udara bertekanan. Jika terjadi kebakaran, peralatan deteksi akan membuka katup kontrol air dan udara dikeluarkan pada akhir pipa suplai, sehingga sistem ini akan berisi air dan bekerja seperti wet pipe.
Sistem sprinkler yang ada didesain berdasarkan atas jenis hunian itu sendiri, seperti ukuran pipa, jarak kepala sprinkler, densitas semburan sprinkler dan kebutuhan airnya sendiri.
B. Hidrologi Pada Bendungan
Mengelola Sumber Daya Air yang didasarkan atas prinsip "One River BAsin, One Plan & One Integrated Management" yang meliputi konservasi Sumber Daya Air yang berkelanjutan, pendayagunaan sumberdaya air secara terpadu, menyeluruh dan utuh yang adil untuk berbagai kebutuhan masyarakat dalam dimensi "Warung Jamu" (waktu, ruang, jumlah dan mutu), pengendalian daya rusak air, pemberdayaan dan peningkatan peran mayarakat, swasta dan pemerintah, serta peningkatan keterbukaan dan ketersediaan data serta informasi dalam pengelolaan sumberdaya air
Tujuan penelitian adalah untuk menghitung debit air untuk perhitungan saluran pengelak, bendungan utama, bangunan pelimpah, sedimentasi, dan volume waduk.
Hidrologi berkaitan langsung dengan air dalam tanah, sungai, danau, telaga, waduk, sawah, dan semua air yang terdapat d atmosfir baik dalam keadaan diam ataupun dalam keadaan mengalir.
C. Hidrologi Pada Jalan
Salah satu aspek terpenting dlm perencanaan jalan raya adalah melindungi jalan dari air permukaan dan air tanah. Dgn kata lain drainase merupakan salah satu faktor terpenting dlm perencanaan pekerjaan jalan.Genangan air di permukaan jalan memperlambat kendaraan dan memberikan andil terjadinya kecelakaan akibat terganggunya pandangan oleh cipratan dan semprotan air.
• Sampai saat ini, faktor drainase jalan blm mendapatkan perhatian yang cukup dari para ahli jalan. Ada kesalahan presepsi bahwa sistem drainase jalan yg bagus tdk diperlukan lagi jk ketebalan didesain berdasarkan kondisi jenuh.Secara teoritis, sistem drainase internal tdk diperlukan jika infiltrasi dlm perkerasan lebih kecil dibandingkan dgn kapasitas drainase base, sub base dan subgrade.
• Jenis- jenis Drainase Jalan
1. Drainase Permukaan
Drainase permukaan bertujuan untuk menyalurkan air hujan dari permukaan jalan. Sistem drainase permukaan pada jalan mempunyai tiga fungsi utama, yaitu:
a. membawa air hujan dari pemukaan jalan ke pembuangan air;
b. menampung air tanah dan air permukaan yang mengalir menuju jalan;
2. Drainase Bawah Pemukaan
Drainase bawah permukaan berfungsi untuk menampung dan membuang air yang masuk ke dalam struktur jalan, sehingga tidak sampai menimbulkan kerusakan pada jalan. Pengaruh air yang terperangkap di dalam struktur kerusakan jalan, antara lain:
• Air menurunkan kekuatan material yang melapisi jalan tersebut;
• Air menyebabkan penyedotan pada perkerasan beton yang dapat menyebabkan retakan dan kerusakan pada bahu jalan.
• Dengan tekanan hidrodinamik yang tinggi akibat pergerakkan kendaraan, menyebabkan material halus pada lapisan dasar perkerasan fleksibel yang mengakibatkan hilangnya daya dukung.
• Kontak dengan air yang menerus dapat meyebabkan pengikisan campuran aspal dan daya tanah keretakan beton.
• Air menyebabkan perbedaan peranan pada tanah yang bergelombang.
V. TRANSPORTASI
A. Sistem Transportasi Pada Bangunan Tinggi
Suatu bangunan yang besar dan tinggi memerlukan suatu alat transportasi (angkut) untuk memberikan suatu kenyamanan dalam berlalu lintas dalam bangunan. Bentuk alat transportasi tersebut adalah :
a. Vertikal , berupa elevator
b. Horizontal berupa konveyor
c. Miring berupa escalator
Elevator
Ini sering disebut dengan lift, yang merupakan alat angkut untuk mengangkut orang atau barang dalam suatu bangunan yang tinggi. Lift dapat dipasang untuk bangunan yang tingginya lebih dari 4 lantai, karena kemampuan orang untuk naik turun dalam menjalankan tuganya hanya mampu dilakukan sampai 4 lantai.
Lift dapat dibagi menurut fungsinya :
a. Lift penumpang, (passanger elevator) digunakan untuk mengangkut manusia
b. Lift barang, (fright elevator) digunakan untuk menngangkut barang
c. Lift uang/ makanan (dumb waiters)
d. Lift pemadam kebakaran (biasanya berfungsi sekaligus sebagai lift barang)
Untuk menentukan criteria perancangan lift penumpang yang perlu diperhatikan adalah :
• Type dan fungsi dari bangunan
• Banyaknya lantai
• Luas tiap lantai
• Dan intervalnya
Sistem penggerak dalam elevator dibedakan dalam :
1. Sistem gearless
Yaitu mesin yang berada diatas, untuk perkantoran, hotel, apartemen, rumah sakit dsb (sekarang ada juga lift yang mesinnya disamping)
2. Sistem hydrolic
Yaitu mesin dibawah, hanya terbatas pada 3-4 lantai, biasanya digunakan untuk lift makanan dan uang. Sekarang system hydrolic juga dipakai untuk penumpang manusia contoh di Bandara Kuala Lumpur
Rumah lift dapat dibagi dalam 3 bagian yaitu :
a. Lift pit
Merupakan tempat pemberhentian akhir yang paling bawah, berupa buffer sangkar dan buffer beban penyeimbang. Karena letaknya yang paling bawah, harus dibuat dari dinding kedap air.
b. Ruang luncur (hoistway)
Tempat meluncurnya sangkar/kereta lift, terdapat pintu2 masuk ke kereta lift, tempat meluncurnya beban penyeimbang, meletakkan rel peluncur dan beben pengimbang.
c. Ruang mesin
Tempat meletakkan mesin/ motor traksi lift, dan tempat control panel (yang mengatur jalannya kereta)
Bentuk dan Macam Lift
Bentuk dan macam lift tergantung pada fungsi dan kegunaan gedung
1. Lift Penumpang (yang tertutup)
Lift yang sering kita jumpai di kantor keempat sisinya tertutup dan disesuaikan dengan kebutuhan standart.
2. Lift Penumpang (yang transparan)
Lift yang salah satu atau semua sisi interiornya tembus pandang (kaca) biasanya disebut juga lift panorama. Dalam gedung (mall, pusat perbelanjaan)biasanya diletakkan di Hall
3. Lift untuk Rumah Sakit
Karena fungsinya untuk RS maka dimensi besarannya memanjang dengan 2 pintu pada sisinya. Ranjang pasien dapat terakomodasi denganlayak
4. Lift untuk kebakaran (barang)
Ruangannya tertutup, interior sederhana, digunakan jika terjadi kebakaran. Interiornya harus tahan kebakaran minimal 2 jam dengan ruang peluncurnya terbuat dari beton (dinding tahan api)
Konveyor
Konveyor merupakan suatu alat angkut untuk orang atau barang dalam arah yang mendatar/ horizontal. Dipaang dalam keadaan datar atau sudt kemiringan kurang dari 10 derajat.
Alat ini digunakan dalam jarak tertentu (gunanya untuk menghemat tenaga). Alat ini dipasang di bandara, terminal, pabrik
Eskalator
Eskalator adalah suatu alat angkut yang lebih dititk beratkan pada pengangkutan orang dengan arah yang miring dari lantai bawah miring ke lantai atasnya. Standart kemiringan antara 30-35 derajat. Dengan kemiringan lebih dari 10 derajat sudah masuk kategori escalator.
Panjang escalator disesuaikan dengan kebutuhan, lebar untuk satu orang kurang lebih 60 cm, untuk 2 orang sekitar 100-120 cm.Mesin escalator terletak dibawah lantai. Karena terdiri dari segmen tiap anak tangga maka escalator dapat diset untuk bergerak maju atau mundur.
B. Sistem Transportasi Pada Bendungan
Melakukan kajian analitik dan eksperimental terhadap konfigurasi pengukuran lapangan Integrated-Spectral-Analysis-of-Surface-Wave (SASW terintegrasi) untuk evaluasi model fisik perkerasan jalan pada bendungan.
C. Sistem Transportasi Pada Jalan
Melaksanakan pengkajian kebijakan dan penyiapan penyusunan rencana pembangunan nasional di bidang prasarana jalan, serta melaksanakan pemantauan, evaluasi, penilaian, dan pelaporan atas pelaksanaannya di antaranya menyelenggarakan fungsi :
· pengkajian dan penyiapan perumusan kebijakan di bidang jalan;
· pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi perencanaan pembangunan nasional di bidang jalan;
· penyusunan rencana pembangunan nasional di bidang jalan;
· penyusunan rencana pendanaan pembangunan di bidang jalan;
· pelaksanaan inventarisasi dan analisis berbagai kebijakan dan informasi yang berkaitan dengan penyiapan rencana pendanaan pembangunan di bidang jalan;
· pemantauan, evaluasi, penilaian, dan pelaporan atas pelaksanaan rencana, kebijakan, dan program-program pembangunan di bidang jalan.
0 komentar:
:18 :19 :20 :21 :22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29 :30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37 :38 :39
Posting Komentar